
RADAR PURWOREJO – Terpisah, Bunda Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kabupaten Purworejo Fatimah Verena Prihastyari sangat mengapresiasi kegiatan PAUD yang fokus pada pendidikan anak berkebutuhan khusus. Sebab, untuk mengajar di PAUD inklusi dibutuhkan pembelajaran yang penuh kesabaran dan ketelatenan.
Menurutnya, tidak mudah untuk mengajar di PAUD inklusi. Selain itu, tidak semua orang bersedia menjadi pengajar di sana.
“Saya bangga, PAUD ini sangat membantu mendidik ABK menjadi mandiri, disiplin, dan menjadikan anak percaya diri. ABK tidak untuk dikucilkan. Jangan disembunyikan. Tapi, harus di-support dan diberi pendidikan yang baik sesuai dengan kemampuannya,” kata Fatimah saat meninjau PAUD Inklusi Cinta Kasih Amalia di Desa Wunut, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Kamis (27/5).
PAUD inklusi memberikan kesempatan bagi anak penyandang kebutuhan khusus untuk mendapat hak di dunia pendidikan. Anak berkebutuhan khusus (ABK) dapat mencicipi bangku sekolah.
PAUD Inklusi Cinta Kasih Amalia di memiliki enam murid ABK. “(Muridnya) dari Ngombol dan Grabag. Sementara jumlah guru pendidik dua orang,” sebut Penyelenggara PAUD Inklusi Cinta Kasih Amalia Nurlina Sri Andalis.
Dikatakan, tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi murid PAUD inklusi. Pihaknya juga tidak membatasi asal peserta didik.
Nurlina menambahkan, sosialisasi terus dilakukan untuk mengajak orang tua yang memiliki ABK agar memberikan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Utamanya tingkat dasar.
Nurlina menyampaikan, ada beberapa perkembangan yang dapat dilihat dari ABK yang sekolah di PAUD inklusi tersebut. Di antaranya, dalam tiga bulan mulai bisa penyesuaian, mau bersalaman, tersenyum, dan menyapa teman hingga menyapa guru.
“Setelah enam bulan, terlihat sudah bisa berlatih belajar dengan menggunakan alat edukasi,” jelas Nurlina, yang juga berprofesi sebagai bidan puskesmas.
Dia berharap progres yang terjadi tersebut membuat para ABK mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan. Mereka dapat meneruskan sekolah di sekolah dasar luar biasa (SDLB) yang lebih diarahkan pada penguasaan keterampilan.
Nurlina mengaku mendirikan PAUD inklusi dengan harapan bisa menyatukan ABK dengan anak-anak normal sehingga tidak ada perbedaan. “Namun, sampai saat ini masih menemui kendala. Ada yang belum mau belajar bersama dengan ABK,” katanya.
Perempuan yang juga menjabat ketua TP PKK Desa Wunut Sarini itu menyebutkan, selama masa pandemi Covid-19 pembelajaran dilakukan dengan pembatasan agar tidak terjadi kerumunan. “Satu minggu dilakukan dua kali tatap muka. Selebihnya daring yang disampaikan ke orang tuanya masing-masing,” ungkap dia. (han/amd)
