
JOGJA Lahir dan besar di lingkungan sepak bola membuat Aditya Putra Dewa begitu lekat dengan si kulit bundar. Darah sepak bola mengalir dari sang ayah, Syafril Usman, yang merupakan pesepakbola era 90-an. Seperti apa kisahnya?
Kesuksesan Dewa, sapaannya di dunia sepak bola tak lepas dari peran penting sang ayah. Bagi Dewa, ayahnya merupakan figur utama yang membentuk karakter serta kemampuan mengolah bola.
Ia mengaku memiliki banyak momen indah bersama sang ayah yang merupakan eks striker BPD Jateng dan PSIS Semarang itu. “Kalau ditanya atlet sepak bola pertama yang saya idolakan, ya pasti ayah saya. Karena saya bisa kenal sepak bola dari beliau,” ujar Dewa kepada Radar Jogja belum lama ini.
Selain memang bercita-cita menjadi pemain bola, Dewa kecil sering dilatih sang ayah di lapangan dekat rumahnya. Bahkan sesekali diajak menonton ayahnya bertanding. Dari situ, skill gelandang 31 tahun itu pun terus terasah.
“Jadi bakat main bola sudah muncul dari kecil ya. Alhamdulillah sekarang bisa tercapai menjadi penerus ayah,” kata anak pertama dari empat bersaudara itu.
Dewa mengatakan, sepak bola adalah segalanya. Menjadi bagian yang tidak bisa lepas dari hidupnya. “Dari sepak bola saya bisa menghidupi keluarga, jadi sukanya banyak sekali. Kalau dukanya, paling sedih waktu sepak bola Indonesia sempat dihentikan. Karena kami pemain kan hidupnya dari sepak bola,” ucap suami Dewi Andriani itu.
Gelandang kelahiran Semarang, 11 Juni 1990 ini memulai karir profesional di klub PSM Makassar. Saat itu usianya masih sekitar 17 tahun. Kini sudah 13 tahun Dewa berkecimpung di lapangan hijau. Ada beberapa klub yang pernah ia bela. Sebut saja Persepam Madura, Borneo FC, Martapura FC, PSS Sleman, Tira Persikabo, dan saat ini PSIM Jogja.
Lantas, di antara klub tersebut mana yang paling berkesan? Soal itu, Dewa punya jawaban berbeda. Meski sebetulnya semua klub yang pernah dibela memiliki kesan dan kenangan tersendiri. “Tapi mungkin yang paling berkesan PSM, karena jadi awal karir saya di dunia sepak bola,” tuturnya.
Kemudian, ada PSS Sleman. Alasannya? “Karena bersama PSS saya bisa jadi juara Liga 2 dan mengantarkan PSS promosi Liga 1,” kenangnya. Dan, yang terakhir adalah PSIM. Bapak tiga anak ini mengaku klub berjuluk Laskar Mataram itu merupakan klub yang tak hanya berkesan bagi dirinya, namun juga keluarga besarnya.
“Saya punya banyak kenangan manis di tahun 2019 dan keluarga saya juga nyaman tinggal di Jogja. Sangat istimewa tentunya untuk kami,” harapnya.
Bersama PSIM, Dewa berharap bisa membantu tim merealisasikan target musim ini. Tampil lebih baik dan membayar kepercayaan pelatih serta orang-orang yang mendukungnya. Yang pasti, dia ingin berkarir lebih lama lagi di Kota Gudeg.
“Saya berharap bisa lama dengan coach Seto Nurdiyantara, karena beliau salah satu role model saya kelak apabila rezeki saya jadi seorang pelatih,” ungkapnya. (laz/din/er)
