
RADAR PURWOREJO – Selain padi, Kabupaten Purworejo semakin menggenjot komoditas unggulan lain, yakni jagung. Jagung merupakan tanaman pangan unggulan setelah padi dan kedelai atau kacang-kacangan, yang biasa dikenal dengan ‘pajale’.
Baru-baru ini di Desa Depokrejo, Ngombol dilakukan panen perdana demplot jagung pioneer 35. Kepala Dinas Pertanian Pangan, Kelautan, dan Perikanan (PPKP) Kabupaten Purworejo Wasit Diono mengatakan, jagung yang dipanen adalah percontohan dengan menggunakan aplikasi pupuk eco farming fotosintesa atau full organik.Dengan model ini mampu menghasilkan panen lebih baik. Dari luas lahan 1 hektare menggunakan jagung pioneer 35 dapat menghasilkan 11,03 ton. Sedangkan, di lahan yang sama dengan konvensi biasa per hektarenya hanya menghasilkan 5,063 ton. “Sehingga ada selisih hasil sekitar 6 ton,” ujarnya Senin (22/11).
Wasit mengajak para petani dan PPL mencari terobosan baru dengan area yang masih ada, untuk meningkatkan pendapatan hasil panen. Eco farming ini tidak hanya untuk jagung namun juga bisa di aplikasikan untuk tanaman semangka, cabai dan tanaman lainya.”Para penyuluh pertanian lapangan (PPL) juga harus mampu berinovasi dan kompetitif sehingga target target pertanian di Kabupaten Purworejo akan tercapai,”ajaknya.
Bupati Purworejo Agus Bastian menyebutkan, luas areal tanaman jagung di Kabupaten Purworejo pada 2021 mencapai 1.042 hektare. Dengan produktivitas 69 kuwintal per hektare, para petani memanfaatkan lahan sawah setelah panen padi musim kedua dan lahan kering.
“Sebagian besar jagung dimanfaatkan untuk bahan baku industri pakan ternak. Sementara, jagung digunakan sebagai bahan pangan non beras sekitar 15 persen,” kata Bastian.
Untuk itu, pihaknya mengimbau para pembudidaya jagung untuk menggunakan pupuk organik eco farming fotosintesa. Sebab, pupuk tersebut dapat memaksimalkan hasil panen dan bermanfaat pada peningkatan unsur hara tanah untuk mengembalikan kesuburan tanah akibat penggunaan pupuk kimia.
Tak dapat dipungkiri, para petani memiliki kendala terkait pupuk, mulai dari langka hingga masalah harga yang tak sesuai. Untuk itu, pihaknya mendorong penggunaan pupuk organik secara masal sembari pihaknya mengkaji dan mempelajari regulasi bisa tidaknya pemerintah kabupaten mensubsidi harga pupuk.
“Harapannya itu menjadi solusi peningkatan hasil pertanian dengan teknologi tepat guna. Semoga ke depan petani bisa lebih mudah dalam memperoleh pupuk dengan harga terjangkau,” kata dia. (han/din)
