Overload, Tumpukan Sampah Capai 35 Meter

Overload, Tumpukan Sampah Capai 35 Meter
PENUH: Gunungan sampah yang ada di TPSA Pasuruhan sudah overload. Tingginya mencapai 35 meter.

MUNGKID, Radar Jogja – Tempat pembuangan sampah akhir (TPSA) di Desa Pasuruhan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang sudah jauh melebihi kapasitas atau overload. Saat dibangun tahun 1995 dan mulai aktif beroperasi 1996, TPSA Pasuruhan diperkirakan hanya mampu menampung sampah setinggi 15 meter. Nyatanya, tinggi gunungan sampah tersebut kini mencapai 35 meter.

Berdasarkan kajian teknis pembangunan, TPSA Pasuruhan seharusnya berhenti beroperasi tahun 2017. Lahan seluas 1,8 hektare ini sudah tidak mampu lagi menampung seluruh sampah di Kabupaten Magelang.

Salah satu operator alat berat, Ngadi, 49, mengatakan, tinggi gunungan yang melebihi perkiraan tersebut mengakibatkan sisi barat penampungan TPSA longsor. Tanggul penahan sampah jebol serta pondasi pelindungan sudah miring dan retak-retak. “Longsornya bisa diakibatkan oleh hujan, getaran alat berat, dan volume sampah yang semakin menumpuk sehingga pondasinya kalah,” jelasnya, Minggu (9/1).

Untuk itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magelang mengambil kebijakan dengan menutup TPSA Pasuruhan. Namun, dengan catatan, TPSA Pasuruhan hanya bisa menerima sampah residu yang tidak laku dijual dan tidak dapat didaur ulang. “Per Januari 2022, TPSA ini tidak lagi menampung sampah organik,” katanya.

Kini, TPSA hanya menerima sampah yang diangkut oleh armada resmi milik Pemkab Magelang. Setiap harinya, Ngadi menyebutkan, sampah yang masuk ke TPSA Pasuruhan bisa mencapai lebih dari 100 ton.

Pengolahan sampah dioptimalkan dilakukan di tempat pengelolaan sampah reduce, reuse, dan recycle (TPS3R) di wilayah masing-masing. Termasuk penyumbang sampah terbesar di Kabupaten Magelang selain dari rumah tangga. Yaitu PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur dan Akademi Militer (Akmil).

Sosialisasi membatasi pembuangan sampah di TPSA Pasuruhan sudah dikirim ke kecamatan dan desa. Sehingga, optimalisasi pengolahan sampah di wilayah masing-masing dapat ditempuh dengan berkolaborasi antara bank sampah dan tempat pembuangan sampah sementara (TPSS). “Jadi, semua sampah yang masuk ke TPSA ini harus sudah dipilah dari rumah tangga. Kami tidak lagi menerima sampah organik,” ujar Ngadi.

Sebelumnya, Ngadi mengatakan, warga pernah melakukan demo terkait bau sampah yang sangat menyengat dan diminta untuk pindah. Seharusnya, TPSA paling tidak harus berjarak sepuluh kilometer dari perkampungan.

Namun pada kenyataannya, TPSA Pasuruhan jaraknya sangat dekat. Tidak ada 1 kilometer dengan jalan raya. “Terlebih bagi yang lalu lalang, pasti baunya tercium,” tuturnya.

Plt Kepala UPTD Pengelolaan Sampah, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Magelang Joni Budi Hermanto menjelaskan, untuk mengatasi darurat sampah di TPSA Pasuruhan, Pemkab Magelang sejak 2017 sudah 3 kali menganggarkan pengadaan lahan lain. Tapi, selalu gagal karena taksiran appraisal terlalu rendah.

Warga pemilik calon lahan TPSA di Kecamatan Grabag mematok harga jual tanah Rp 200 ribu per meter. Padahal berdasarkan appraisal, harga beli maskimal tanah di daerah tersebut hanya Rp 60 ribu per meter.

Langkah lainnya untuk menangani overload sampah, dengan pengadaan lahan tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) regional yang difasilitasi Pemprov Jawa Tengah. Lahan yang disiapkan berada di Gandusari, Kecamatan Bandongan.

“Jadi, untuk sementara ini, kebijakannya bukan menutup TPSA. Melainkan, sampah yang masuk ke TPSA harus terpilah antara organik dan non organik. Sembari mengupayakan untuk mendapatkan lahan baru,” tegas Joni. (cr1/bah)

Lainnya