
RADAR PURWOREJO – Manajemen RSUD Tjokrowardojo dengan tegas menampik tuduhan telah meng-Covid-kan pasien atas nama Sri Wasiati, 39, warga Desa Mlaran, Kecamatan Gebang yang telah kehilangan janin delapan bulan dalam kandungannya. Manajemen RSUD Tjokrowardojo bahkan berdalih sikap tegas petugas medis merupakan cara mengedukasi pasien agar sikap pulang paksa itu tidak terulang kembali.
“Justru kami mengedukasi kepada pasien untuk jangan melakukan pulang paksa,” tegas Direktur RSUD Tjitrowardojo, Kuswantoro, kemarin (24/1).
Kuswantoro menjelaskan, ketika pasien datang sekitar pukul 17.00 dengan data-data komplet hasil laboratorium berikut hasil konsultasi dokter ahli, memutuskan pasien harus dirawat di ruang isolasi sesuai dengan standard penanganan medis pasien di masa pandemi. Namun hal itu justru berujung tidak tercapai kesepakatan antara pihak keluarga pasien dan RSUD Tjitrowardojo tentang surat persetujuan isolasi.
Pihak keluarga sekitar pukul 19.00 akhirnya mengambil keputusan mencabut atau memindahkan pasien ke Rumah Sakit Bersalin Ananda di Dusun I, Sucenjurutengah, Kecamatan Bayan. RS Ananda akhirnya juga menyatakan tidak mampu menangani pasien dengan alasan tidak memiliki alat medis yang lengkap.
Pasien kemudian kembali dirujuk ke RSUD Tjitrowardojo sekitar pukul 22.00. Begitu sampai di RSUD Tjitrowardojo, janin sudah tidak terdeteksi lagi detak jantungnya. “Jadi tidak ada kami mendiamkan maupun menelantarkan pasien sehingga pasien kehilangan janin delapan bulan yang dikandung,” kilahnya.
Ditegaskan, pihaknya juga menolak tuduhan telah meng-Covid-kan pasien. Sebab pasien diminta menandatangani surat pernyataan merupakan standar penanganan di masa pandemi. Surat yang dimaksud adalah surat untuk persetujuan isolasi yang umum diterapkan kepada setiap pasien selama pandemi. Inti surat persetujuan itu untuk masuk ruang isolasi. “Tidak ada kalimat persetujuan Di-Covid-Kan,” tegasnya.
Kendati demikian, Kuswantoro membenarkan, pasien mengalami gejala sesak napas. Namun bidan desa yang sebelumnya menangani pasien telah menyatakan pasien yang bersangkutan negatif Covid-19. Keesokan harinya Minggu (23/1) puluhan warga tiba-tiba desa datang ke RSUD Tjitrowardojo meminta klarifikasi terkait kasus tersebut. “Warga menilai sikap petugas medis dalam melayani pasien pada rujukan kedua dari RS Ananda arogan. Terkait itu, kami akan memperbaiki pelayanan,” ucapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, perwakilan keluarga pasien, Masrukhin, 43, dengan tegas menanyakan kode etik medis dalam melayani pasien. Sikap arogan petugas dan ribetnya birokrasi di RSUD Tjitrowardojo menyebabkan penanganan pasien menjadi lamban, dan itu pantas dipertanyakan. Tidak perlu tenaga medis emosi dan marah-marah hingga melontarkan kata-kata menyakitkan hati pasien dan keluarga.
Diungkapkan, ketika dalam kondisi panik dan pasien butuh penanganan cepat kemudian disuruh tanda tangan masuk ruang isolasi tanpa penjelasan sebagai standar penanganan pasien di masa pandemi menjadi hal yang wajar membuat keluarga pasien cemas. Hingga akhirnya keluarga pasien menyimpulkan pasien telah Di-Covid-kan. “Apa itu bahasanya nggak tahu, tapi intinya pihak rumah sakit hanya bilang kalau mau tanda tangan langsung ditangani, langsung di (operasi) caesar dan itu gratis,” ungkapnya. (tom/din)
