Minta Pemerintah Segera Bertindak 

Minta Pemerintah Segera Bertindak 
GRERGETAN: Warga Desa Wadas pro quarry saat mendatangi Gedung DPRD Purworejo dengan membentangkan spanduk bernada satir, kemarin (28/1). (HENDRI UTOMO/RADAR PURWOREJO)

RADAR PURWOREJO – Puluhan warga Desa Wadas pro penambangan quarry untuk proyek Pembangunan Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener, Kecamatan Bener mengaku lelah terjebak dalam konflik horizontal berkepanjangan di desanya. Mereka mendatangi Gedung DPRD Purworejo, kemarin (28/1).

Puluhan warga itu datang menyerahkan sejumlah spanduk bertuliskan keluhan , seperti “Pak Bupati Kok Meneng Wae” (Pak Bupati Kok Diam Saja, Red). Ada juga yang bertuliskan “Aku Tak Rela Desa Wadas Dihuni Orang Asing”. Ada juga yang lebih satir “Pak Bupati, Pak DPRD, Kami Sudah Lelah, Segera Ukur Tanah Kami,” dan beberapa spanduk bernada pilu lainnya yang dibentangkan warga.

Intinya mereka meminta para pengambil kebijakan segera turun aktif menyelesaikan tahapan pengadaan tanah di Desa Wadas. Mereka ingin hidup normal tanpa stereotip (pro dan kontra,red) yang sudah  berlangsung bertahun-tahun. Mereka sedih dan ngilu harus berdiri berhadap-hadapan dengan tetangga sendiri, kerabat sendiri bahkan keluarga sendiri karena beda pendapat.

Perwakilan warga Wadas pro quarry Wasisno mengatakan, warga datang ke dewan menyampaikan kondisi riil  di desanya. Mereka meminta dukungan moril, DPRD, bupati, Forkopimda agar \ solid turun dampingi warga. Mereka sudah lelah bertahun-tahun “Kami merasakan tidak nyaman di tinggal di tanah kelahiran kami, dengan pro dan kontra kegiatan sosial di Wadas juga sudah tidak berjalan semestinya,” ucap Wasisno usai audiensi dengan para pimpinan DPRD di Gedung B  DPRD Purworejo.

Dijelaskan, sebagai warga pendukung pembangan, intimidasi terus berlangsung selama 24 jam dari warga yang kontra. Terlebih warga yang tinggal di dekat jalan, warga kerap mendapat perlakukan yang tidak semestinya. Sepeda motor digeber, pulang dari mana disoraki ketika melintas di posko kontra. Sebagian dari mereka yang kontra adalah tetangga mereka  sendiri. Meskipun beberapa dari luar .

“Kalau warga yang pro berdasarkan data ada sekitar 300-an KK. Selama ini kami kumpulkan data secara sukarela kami juga melengkapi data untuk memudahkan proses pengadaan tanah, kalau yang datang ke dewan hari ini ada sekitar 80 warga, mereka bukan orang lain, semua warga pemilik lahan,” jelasnya.

Menurutnya, konflik horizontal itu sebetulnya tidak perlu terjadi, meskipun pro dan kontra dalam masalah tanah atau agraria adalah hal yang biasa. Ia menduga, warga yang belum setuju memang belum menerima penjelasan atau mendapat sosialisasi secara lengkap. Sehingga apa yang ada di benak warga adalah “pokoke ora”.

“Seandainya sosialisasi itu tersampaikan secara jelas dan detail mungkin akan beda, kami yang pro akhirnya mendukung karena dari awal coba mendengarkan Jdi mungkin sosialisasinya belum maksimal, kami beberapa kali juga sempat mencoba menjelaskan, tetapi semua ditutup dengan kalimat pokoke ora, maka dari itu pemerintah harus turun untuk mengakhiri konflik ini secepatnya,” ujarnya.

Ditambahkan, beberapa kali kesempatan ketika bertemu dengan warga yang belum mendukung dan masih bisa diajak bicara, dampak-dampak positif selalu disampaikan berulang-ulang. Warga bisa ikut bekerja, menyumbangkan tenaganya sebagai tukang atau sopir atau apa saja yang bisa menjadi mata pencaharian. “Namun ujung-ujungnya tetap ditutup dengan kata Tidak, kami menghargai sikap itu, namun bukan kemudian berujung dengan intimidasi. Patroli iya, karena kami merasa tidak nyaman, kami dukung patroli, di tengah penolakan warga yang kontra,” ucapnya.

Menurutnya, kadang warga berpikir, nilai ganti rugi itu menjadi tidak sebanding dengan konflik yang terjadi begitu lama. “Yasinan sudah tidak ada. Warga saling curiga. Warga kontra punya gawe kami tidak diundang. Meninggal dunia gak mau layat. Kalau saya sendiri tidak begitu, saya masih biasa saja dengan warga kontra, ada yang tengah berduka saya tetap datang,” ujarnya.

Ditegaskan, warga pro penambangan optimistis permasalahan ini bisa diselesaikan dari tingkat bawah (pemerintah daerah) tidak perlu harus lapor ke Presiden Joko Widodo. Meskipun Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga dikabarkan mau turun untuk memberikan solusi. Dia meminta agar dijalankan saja sesuai aturan jangan dilanggar, Komnas HAm turun pihaknya  juga datang. “Kami berharap simpul konflik ini segera terurai, Jadi kalau iya ya segera dilaksanakan. Kalau tidak jadi kami bisa segera ambil langkah. Sudah lama pak, Kasihanilah kami sebagai warga Purworejo yang lahir di situ,” tegasnya.

Kelik Susilo Ardani, dari unsur pimpinan DPRD menanggapi, aspirasi dari warga pro penambangan sudah ditampung, dan akan segera ditindaklanjuti dengan mempertemukan beberapa stakeholder dan pengambil kebijakan. Inti keluhan warga adalah dampak sosial dan konflik di lapangan. “Pemkab dan Forkopimda juga datang dan mendengarkan, tinggal dikoordinasikan saja,” ucapnya.

Diungkapkan, konflik di Desa Wadas memang cukup kompleks, memang perlu kesinambungan antara pemerintah dan warga di bawah. Konflik horizontal dan dampak sosial yang terjadi di Wadas memang harus secepatnya secepatnya dihentikan dan diberi jalur penyelesaian. Kendati demikian, itu semua bisa terwujud jika semua bisa duduk bersama, tidak bisa hanya dari satu sisi.

“Saya kira  teman-teman yang ada di dapil Bener sudah intens turun  dalam agenda serap aspirasi (reses). Kemungkinan melakukan sosialisasi ulang dengan sistem publik hearing saya kira juga sudah, Komnas HAM juga sudah masuk memantau mengedukasi, sudah mencoba mempertemukan pro dan kontra, tapi masih sulit dipertemukan. Ke depan memang harus ada pendekatan yang lebih humanis,” ungkapnya.

Kelik menyatakan, ia mengapresiasi sikap terbuka warga pro penambangan, mereka juga mau secara menyampaikan aspirasi. Namun sekali lagi, warga yang belum menerima juga harus didengar apa alasannya. “Sebab, pada intinya mereka semua adalah warga Purworejo. Warga yang pro dan kontra semua adalah saudara, jadi semuanya harus diakomodasi untuk kesejahteraan ke depannya,” ucapnya. (tom/din)

Lainnya