
RADAR PURWOREJO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembangkan penyidikan perkara korupsi pembangunan Stadion Mandala Krida. Tersangka yang dijerat dalam kasus ini tak berhenti pada tiga orang yang baru saja divonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jogja. Namun berkembang ke sejumlah pihak yang diduga kuat terlibat dalam perkara yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 31,7 miliar tersebut.
“Tidak tertutup kemungkinan jumlah tersangka bertambah,” ujar Jaksa KPK Arif Suharmanto usai pembacaan vonis terdakwa Edy Wahyudi di PN Jogja, kemarin (16/3).
Dalam sidang perkara Mandala Krida, Arif bertindak sebagai jaksa penuntut umum (JPU) atas terdakwa Edy Wahyudi, Sugiarto, dan Heri Sukamto. Ketiganya dinilai bertanggung jawab atas pelaksanaan proyek pembangunan Stadion Mandala Krida Tahun Anggaran (TA) 2016 sebesar Rp 41,8 miliar dan TA 2017 Rp 45,4 miliar.
Edy menjabat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Sedangkan Sugiarto selaku direktur utama PT Arsigraphi dan Heri Sukamto sebagai Direktur PT Duta Mas Indah (DMI) serta direktur utama PT Permata Nirwana Nusantara (PNN). Kapasitas Heri Sukamti sebagai kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut.
Dalam persidangan diketahui Edy selaku PPK menunjuk langsung PT Arsigraphi dengan Sugiharto selaku direktur utama menyusun tahapan perencanaan pengadaan. Tahapan pengadaan dilakukan sejak TA 2012. Kemudian berlanjut ke TA 2013, TA 2014 dan 2015. Menurut Arif, penyidikan bakal dilakukan sejak awal proyek berlangsung.
“Penyidikan dikembangkan saat awal proyek berlangsung dari mulai TA 2012 hingga TA 2015,” jelas jaksa yang bertugas di KPK selama sembilan tahun ini. Arif menambahkan, adanya satu orang tersangka baru dalam perkara Stadion Mandala Krida. Nama tersangka itu telah disebut di berkas tuntutan atas nama terdakwa Heri Sukamto.
Jalannya pembacaan vonis Edy Wahyudi berlangsung selama dua jam. Mulai pukul 15.08 hingga menjelang pukul 17.00. Putusan dibacakan secara bergantian oleh Ketua Majelis Hakim Nasrulloh SH dan salah satu hakim anggota Rudi SH.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan mantan kepala Balai Pemuda dan Olahraga (BPO) Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIJ itu terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sesuai Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana iuncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
“Sebagaimana dakwaan alternatif pertama,” ucap Rudi.
“Oleh karena itu menjatuhkan hukuman pidana selama delapan tahun,” ujar Nasrulloh membacakan amar putusan. Dalam putusan itu, majelis hakim mengesampingkan seluruh pembelaan yang diajukan penasihat hukum Edy.
Selama mendengarkan putusan, Edy beberapa kali mengusap ujung mata sebelum menguap. Dia terlihat terkantuk. Vonis delapan tahun penjara itu setahun lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK. Namun majelis hakim menjatuhkan denda Rp 400 juta subsidair pidana kurungan pengganti selama enam bulan. Denda ini lebih besar Rp 150 juta dari tuntutan jaksa sebanyak Rp 250 juta.
Jaksa KPK juga menuntut Edy membayar uang pengganti sebesar Rp 800 juta. Namun majelis hakim tidak sependapat dengan tuntutan tersebut. Pertimbangannya Edy terbukti tidak ikut menikmati uang korupsi. Namun tindakannya dinilai telah menguntungkan orang lain dan korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Hakim juga menyebut adanya persekongkolan dalam pengadaan pembangunan Stadion Mandala Krida. Edy sebagai PPK diketahui beberapa kali bertemu dengan rekanan yang belakangan menjadi pemenang lelang. Spesifikasi telah diatur sejak awal. Di antaranya atap stadion diarahkan yang mampu memenuhi persyaratan hanya penyedia jasa tertentu.
Spesifikasi atap stadion pada pengadaan TA 2017 diarahkan sama dengan TA 2016. Artinya dibuat sama dengan atap stadion tahun sebelumnya yang telah terpasang. Majelis hakim juga berpendapat nilai kerugian keuangan negara Rp 31,7 miliar itu untuk level provinsi termasuk kategori berat. Perhitungan kerugian negara dihasilkan dari laporan investigasi BPK.
Mendengar vonis ini, Edy memutuskan untuk pikir-pikir. Ini dilakukan usai dirinya berkonsultasi dengan tim penasihat hukumnya. “Kami menyatakan pikir-pikir yang mulia,” katanya. Sikap sama diambil oleh Jaksa KPK yang hadir lengkap dalam sidang tersebut. (fat/kus/laz)
