
RADAR PURWOREJO – Perkara dugaan korupsi penyalahgunaan tanah kas desa (TKD) Kalurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, mulai menyentuh kalangan pejabat penyelenggara negara. Lurah Caturtunggal Agus Santoso menjadi pejabat pertama yang terseret kasus tersebut. Agus telah ditetapkan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIJ sebagai tersangka.
Usai menjadi tersangka, Agus langsung dikirim ke Lapas Wirogunan menyusul Direktur Utama PT Deztama Putri Sentosa (DPS) Robinson Saalino yang lebih dulu ditahan di sana. Robinson ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara yang sama sejak Jumat (14/4) lalu.
“Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik mendapatkan dua alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP,” ujar Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DIJ Muhammad Anshar Wahyuddin SH MH di gedung Kejati DIJ Jalan Sukonandi Jogja, Rabu (17/5).
Anshar memaparkan sebelum menjadi tersangka, Agus berstatus sebagai saksi. Beberapa kali lurah dua periode itu menjalani pemeriksaan. Bahkan pemeriksaan diketahui berlangsung secara maraton dari pagi hingga petang hari. Namun sejak kemarin status Agus berubah. Dia menjadi tersangka berdasarkan surat kepala Kejati DIJ nomor TAP-73/M/Fd.1/05/2023 tertanggal 17 Mei 2023.
Sedangkan penahanan Agus atas dasar surat perintah penahanan kepala Kejati DIJ nomor Print – 740/M.4/Fd.1/05/2023 tanggal 17 Mei 2023. Lurah Caturtunggal ditahan selama 20 hari ke depan. Anshar menjelaskan, penetapan Agus sebagai tersangka merupakan pengembangan dari pemeriksaan tersangka Robinson.
“Peranan tersangka Agus Santoso dalam perkara ini selaku Lurah Caturtunggal melakukan pembiaran terhadap penyimpangan pemanfaatan tanah kas desa yang dilakukan oleh PTR Deztama Putri Sentosa,” jelas mantan kepala Kejaksaan Negeri Boyolali ini.
Sebagai lurah, Agus dinilai tak menjalankan tugasnya mengawasi pelaksanaan kegiatan pihak kedua, Robinson sesuai peruntukan. Akibatnya di atas TKD Caturtunggal seluas 5.000 meter persegi dan 11.000 meter persegi dibangun rumah hunian. Ini dinilai tidak sesuai dengan izin gubernur DIJ maupun Peraturan Gubernur DIJ No. 34 Tahun 2017 yang melarang TKD untuk rumah hunian.
“Perbuatan tersangka Robinson Saalino bersama dengan tersangka Agus Santoso telah merugikan keuangan negara Rp 2,9 miliar,” bebernya. Perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan tim penyidik itu berkembang.
Semula saat menetapkan dan menahan Robinson, nilai kerugian keuangan negara masih Rp 2,4 miliar. “Namun setelah kami dalami nilai kerugian keuangan negaranya bertambah Rp 500 juta,” tegas jaksa yang pernah menjadi kepala seksi intelejen Kejari Sleman ini.
Dalam perkara ini pasal yang disangkakan primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Anshar menegaskan, dalam menyidik perkara tersebut, penyidik tidak tertutup kemungkinan menjerat Agus dengan pasal penerimaan hadiah atau gratifikasi. Namun saat ini penyidik masih berkonsentrasi pada penerapan pasal melawan hukum karena Agus dinilai melakukan pembiaran tidak mengawasi kegiatan PT DZP yang tidak sesuai peruntukan. Lokasi penyalahgunaan TKD dalam perkara Agus ini berada di Dusun Nologaten, Caturtunggal, Depok, Sleman.
“Nanti bisa saja berkembang,” katanya. Pengusutan juga akan dilakukan di sejumlah penggunaan TKD yang diindikasikan menyimpang. Di antaranya seperti TKD di Kalurahan Candibinangun, Pakem, Sleman, Kalurahan Condongcatur, Depok, Sleman dan Kalurahan Maguwoharjo, Depok, Sleman.
Sebelum ditahan, Agus menjalani pemeriksaan, termasuk menyangkut kesehatan. Selama diperiksa, lurah Caturtunggal ini didampingi tim penasihat hukum dari Kantor Advokat Layung Purnomo SH. “Pak Agus menghargai dan mengikuti proses hukum yang sekarang sedang berjalan,” ujar Muhammad Yori SH, salah satu penasihat hukumnya memberikan penjelasan usai penahanan. (lan/kus)
Periksa 43 Saksi, Nama Raudi Akmal Ikut Kesenggol
Kejati DIJ serius mengusut kasus penyimpangan pemanfaatan tanah kas desa (TKD). Usai menerima laporan resmi dari Gubernur DIJ Hamengku Buwono X pada pertengahan Maret lalu, jajaran kejaksaan yang dipimpin Kepala Kejati DIJ Ponco Hartanto SH MH langsung bergerak cepat.
Dalam waktu kurang dari dua bulan, kejati telah menetapkan dua tersangka. Kedua tersangka langsung ditahan. Yakni Direktur Utama PT Deztama Putri Sentosa (DPS) Robinson Saalino dan Lurah Caturtunggal Agus Santoso. Selama menyidik perkara itu, Ponco langsung turun sebagai ketua tim penyidik.
Hingga sekarang telah ada lebih dari 40 orang saksi yang diperiksa. “Sudah ada 43 orang saksi yang kami mintai keterangan,” ujar Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DIJ Muhammad Anshar Wahyuddin di gedung Kejati DIJ, Rabu (17/5).
Dari 43 orang saksi itu berasal dari berbagai latar belakang. Anshar menyebutkannya secara rinci. Saksi-saksi itu ada dari lingkungan Pemprov DIJ, Pemkab Sleman dan kecamatan atau sekarang disebut Kapanewon Depok. Juga dari Pemerintah Kalurahan Caturtunggal. Beberapa orang anak buah Agus pernah diminta datang ke kejati.
Namun di luar kalangan birokrasi pemerintah daerah, tim penyidik diam-diam pernah memeriksa Anggota DPRD Sleman Raudi Akmal. Selain menjabat wakil rakyat, Raudi tercatat merupakan putra bungsu pasangan Sri Purnomo dan Kustini Sri Purnomo. Ayah Raudi merupakan bupati Sleman periode 2010-2015 dan 2015-2020. Sejak tiga tahun lalu, jabatan bupati Sleman dilanjutkan ibunya, Kustini Sri Purnomo.
Kesenggolnya nama Raudi dalam perkara TKD Caturtunggal ini cukup mengejutkan. Sebab, dilihat dari posisinya sebagai wakil rakyat, Raudi tidak ada hubungan dengan kasus tersebut. Khususnya menyangkut perizinan TKD. Soal ini, Anshar punya argumentasi. Penyidik, lanjutnya, memeriksa Raudi karena punya alasan kuat.
“Kami periksa karena ada keterangan dari sejumlah saksi maupun tersangka sehingga keterangan Saudara Raudi kami butuhkan,” terang jaksa yang pernah menjadi kepala seksi penyidikan pada Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DIJ pada 2013 silam.
Namun Anshar tidak bersedia menjelaskan lebih lanjut apa saja keterangan saksi maupun tersangka itu. Demikian pula peran Raudi dalam perkara tersebut. Anshar menyatakan Raudi baru satu kali diperiksa sebagai saksi. Dia memberi sinyal penyidik dapat memanggil ulang politisi kelahiran 1 September 1995 ini.
“Tidak tertutup kemungkinan kami panggil lagi manakala keterangannya dibutuhkan,” tegas Anshar.
Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati DIJ Harwatan SH memilih irit bicara saat ditanya soal kasus yang menyeret nama putra bupati Sleman itu. Menurut dia, soal alasan dan peran Raudi dalam perkara itu sudah menyangkut materi penyidikan. Dia tidak dapat mengungkapkannya.
“Pak Aspidsus yang berwenang,” kilahnya sambil tersenyum. (lan/kus)
