Vanilli Sinogo, Sistem Kubung Sangat Efektif

Vanilli Sinogo, Sistem Kubung Sangat Efektif
WARISAN BERHARGA: Kelompok Tani (Klomtan) Ayem, Sinogo, Pagerharjo, Samigaluh mengurus tanaman vanili dengan sistem kubung atau greenhouse. HENDRI UTOMO/Radar Jogja

RADAR PURWOREJO – Vanili di Perbukitan Menoreh yang memiliki harga yang cukup tinggi sempat berjaya di era 70an. Warga kini mulai kembali membudidayakan emas hijau ini. Salah satunya dilakukan Kelompok Tani (Klomtan) Ayem, Padukuhan Sinogo, Pagerharjo, Samigaluh, yang fokus mengembangkan vanili dengan sistem kubung atau greenhouse.

Emas hijau Bumi Menoreh, ungkapan cukup lekat dengan para petani vanili di Kabupaten Kulonprogo. Pada era 1976 hingga 1977 silam, vanili menjadi salah satu komoditas perkebunan yang dibudidayakan secara turun temurun oleh warga di perbukitan menoreh khususnya di Pagerharjo.

Hampir setiap keluarga rata-rata memiliki pohon vanili dan bahkan kala itu bisa panen satu kwintal dalam setahun. Vanili dari Pagerharjo khususnya dan Samigaluh umumnya banyak yang sudah dikirim ke luar negeri melalui pengepul atau eksporter.”Kala itu, satu kilogram vanili harganya sama dengan 1 gram emas,” ujar pengurus Klomtan Ayem Heri Susanto, kemarin (18/5).

Dijelaskan, seiring perjalanan waktu dominasi emas hijau di perbukitan menoreh ini berangsur surut, salah satu penyebabnya yakni serangan penyakit atau virus yang menyebabkan batang membusuk hingga merambat ke daun. “Jika sudah kena jamur atau parasit dan tidak segera teratasi, tanaman bisa mati semua,” jelasnya.

Menurutnya, itulah kenapa kemudian kelompok mencoba mengembangkannya dengan sistem kubung. Satu untuk menjaga populasi, kedua untuk meningkatkan produksi dengan teknologi pertanian yang baru. Sebab, belajar dari pengalaman petani atau kebiasan orang tua dahulu, tanaman vanili hanya ditanam secara tumpang sari di halaman rumah atau pekarangan.”Penelitian kemudian menjawab, sistem kubung lebih steril hama dan ramah dengan cuaca, dengan begitu tanaman vanili menjadi lebih produktif, khususnya saat stressing memang benar-benar harus kering, dan sistem kubung sangat membantu,” ujarnya.

Ditambahkan, kelompoknya kini mengelola dua kubung, kendati sebagian tetap ditanam di luar lahan seluas 3.200 meter persegi di satu demplot yang terpusat. Demplot ini juga sudah banyak dikunjungi untuk penelitian, baik dari universitas dan kelompok tani dari daerah lain.”Beberapa peneliti dari IPB juga masih konsern di sini untuk mengamati pertumbuhan vanili baik di lahan biasa atau di kubung, tempat ini juga menjadi wisata edukasi khusus tanaman vanili,” ucapnya.

Mengikuti permintaan pasar dan regulasi pemerintah khususnya untuk ekspor, kelompok juga tengah memikirkan bagaimana menjual produk turunan, tidak menjual vanili mentah baik basah atau kering.”Produk turunan juga baik untuk meminimalisasi permainan harga yang kerap dilakukan para tengkulak. Vanili kami sudah dilirik luar daerah bahkan pasar luar negeri (Eropa),” ungkapnya.

Salah seorang petani vanili Aji Saraswanto menambahkan, potensi vanili memang cukup menjanjikan, kendati rata-rata petani yang membudidayakan vanili saat ini bisa dikatakan generasi ketiga, namun warisan emas hijau ini masih terus dijaga, meskipun diantaranya ditanam dengan teknis tumpang sari.

“Kalau di lahan pekarangan biasanya merambat di pohon cengkih atau kleresede, dan banyak lagi. Kami juga tengah menggalakkan setiap warga minimal memiliki 50 pohon vanili ini untuk meningkatkan populasi dan produksi panen,” imbuhnya.

Disinggung soal lokasi budidaya, Aji menyebut perbukitan menoreh berada di ketinggian 400 – 800 mdpl dan itu cocok untuk budidaya vanili. “Kalau terkait harga memang naik turun tapi masih di harga yang lumayan, masih di kisaran Rp 200 ribu – Rp 300 ribu per kilogram basah,” ungkapnya.

Mahasiswi IPB Sri Lestari mengungkapkan, sesuai dengan disiplin ilmu, dirinya memang tengah mendalami budidaya vanili di Sinogo. Setiap saat ia mengikuti pergerakan petani mulai dari proses penanaman, perawatan hingga panen. “Melihat potensi yang ada, bersyukur sekali kalau saya bisa menjadi petani vanili,” ucap warga Salaman, Magelang ini. (tom/din)

Lainnya