BMKG Prediksi Musim Kemarau Lebih Kering

BMKG Prediksi Musim Kemarau Lebih Kering
BERAWAN: Pesona Gunung Merapi dilihat dari Kalurahan Kepuharjo belum lama ini. Suasana tampak cerah dan berangin. MEITIKA CANDRA LANTIVA/RADAR JOGJA

RADAR PURWOREJO – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) DIJ memprediksi musim kemarau kali ini bakal lebih kering dibandingkan tahun lalu. Hal ini dilihat dari kondisi dinamika atmosfer pada dasaran I Mei.

“Monsun Australia mulai mendominasi wilayah Indonesia selatan ekuator. Hal ini menyebabkan anomali suhu muka laut perairan Indonesia (Sea Surface Temperature/SST) didominasi kondisi normal, kondisi enso netral dan diprakirakan adanya peluang El Nino di semester II 2023 antara Juli-Agustus,” beber Kepala Kelompok Data dan Informasi BMKG Stasiun Klimatologi Sleman Etik Setyaningrum saar dihubungi Radar Jogja kemarin (21/5).

Kemudian fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) di Samudera Hindia yang disebabkan perbedaan anomali SST antara Pantai Barat Sumatera dan Pantai Timur Afrika, disebut berada pada kondisi netral. Kecenderungan suhu juga masih batas normal. Dalam beberapa hari terakhir, berkisar antara 32-33 derajat celcius. Adapun suhu minimum berkisar 21-22 derajat celcius. Batas ini masih wajar sedari April dan belum sampai melebihi ambang batas.

Dengan mulai mendominasinya monsoon Australia atau angin timuran, umumnya bersifat kering dan kelembaban udara berkurang. Cuaca cenderung cerah dan kurangnya tutupan awan. Hal ini menyebabkan intensitas matahari optimal diterima permukaan bumi, sehingga suhu cukup panas.

Diprakirakan hujan untuk tiga bulan ke depan berkisar 0-20 milimeter atau kriteria rendah. Dan puncak musim kemarau diprediksi terjadi pada Juli-Agustus. “Berakhirnya musim kemarau diprediksi pada umumnya dasarian dua pertengahan pertengahan Oktober,” lanjutnya.

Menghadapi puncak musim kemarau perlu diantisipasi lebih dini. Terutama di wilayah yang rawan kekeringan. “Karena periode musim kemarau tahun ini diprediksi lebih kering dibandingkan tahun lalu. Maka yang perlu diwaspadai yakni kebakaran di lahan perkebunan maupun hutan,” ungkap Etik.

Kemudian yang perlu diantisipasi lagi yakni sektor sumber daya air, pertanian, perkebunan, kehutanan serta produksi pangan dalam rangka menjaga kestabilan harga.” Senantiasa menjalin sinergitas lintas sektoral dalam menghadapi peluang terjadinya elnino dan senantiasa selalu memantau perkembangan informasi cuava iklim di BMKG DIJ” sambungnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan (DP3) Sleman Suparmono mengimbau agar petani di Sleman melakukan pola tanam padi lebih cepat sejak April. Agar kebutuhan air bagi tanaman padi dapat tercukupi. Sebab masih masuk dalam peralihan dari penghujan ke kemarau, sehingga potensi hujan masih tinggi.

“Takutnya, keburu kemarau dan banyak petani membutuhkan pengairan. Kan kalau pola tanam maju, kebutuhan air di musim kemarau menjadi berkurang,” katanya.

Disampaikan, ketercukupannya air di awal masa tanam padi sangat penting bagi kelangsungan pertumbuhan padi. “Sehingga kalau airnya sampai kurang kan pertumbuhannya (padi, Red) jadi kurang maksimal,” tandasnya. (mel/eno)

Lainnya