Ada Dua Versi Data Stunting di Kebumen

Ada Dua Versi Data Stunting di Kebumen
CARI SOLUSI: Rembug Stunting bersama lintas sektoral di Pendopo Kabumian. Bappeda Kebumen merilis data terbaru stunting yang diklaim lebih valid dibanding data lainnya.

KEBUMEN, Radar Kebumen – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kebumen mengklaim berhasil menurunkan angka prevalensi stunting di angka 12 persen pada tahun 2022. Artinya mengalami penurunan dua persen, atau semula 14 persen dari tahun sebelumnya.

Hal ini disampaikan Kepala Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Kebumen Edi Rianto, usai memimpin Rembug Stunting di Pendopo Kabumian, Kamis (16/3).

Edi mengatakan, data tersebut sekaligus mengoreksi angka penurunan stunting yang beredar sebelumnya, yakni mencapai em persen atau menjadi 10 persen. Saat ini, kata Edi, pemerintah daerah terus melakukan validasi data stunting secara berkala. Dari data itu bakal menjadi dasar menentukan program skala prioritas. “Kita terus melakukan update (data stunting), sehingga bisa disimpulkan sebagai data akurat,” katanya.

Edi menganggap survei data stunting pemkab jauh lebih komprehensif. Sebab dilakukan secara menyeluruh, melalui metode akumulasi data seluruh layanan kesehatan di tingkat desa. Berbeda dengan hasil survei lembaga atau instansi lain yang hanya menggunakan metode pemilihan sampling acak. “Sementara survei yang lain dilakukan secara acak, hanya diambil sampling tidak menyeluruh di wilayah yang ditemukan kasus stunting terbanyak. Sedangkan survei dari dinas itu kita lakukan di semua desa,” ujarnya.

Menurutnya akurasi data yang diperoleh dinas pun bisa dipertanggungjawabkan. Edi menegaskan bahwa sasaran survei pemerintah daerah lebih jelas. Dengan menyasar balita yang cenderung mengalami stunting. Kemudian kriteria sasaran lain harus masuk sebagai penduduk Kebumen. Di luar kriteria itu maka tidak masuk perhitungan. “Sementara yang lain kadang-kadang masih dihitung, meski bukan orang Kebumen,” jelas Edi.

Dia menyebut, daerah paling banyak ditemukan stunting ialah Desa Rangkah, Kecamatan Buayan. Namun faktanya ini tidak masuk di lima kecamatan yang disebut sebagai kantong kemiskinan ekstrem. “Jadi datanya kemungkinan ada yang salah. Bisa jadi Kebumen itu tidak miskin, tapi datanya yang tidak update,” tandasnya.

Edi menjelaskan, atas sengkarut data tersebut, pemkab akhirnya memutuskan mengubah sistem atau pola lama penanganan stunting. Misalnya wilayah kantong stunting kini tidak lagi mendapat prioritas lebih banyak bantuan, melainkan bakal diberi sesuai kebutuhan. “Sekarang di balik, desa mana yang berhasil menurunkan angka stunting kita berikan bantuan lebih banyak,” sambung Edi.

Sementara itu, Wakil Bupati Kebumen Ristawati Purwaningsih menyampaikan, pemerintah tidak bisa berjalan sendiri dalam mengurai persoalan stunting. Oleh karena itu, butuh kolaborasi lintas sektoral agar pengentasan stunting berjalan optimal. “Harus berjalan beriringan, menyamakan persepsi bahwa stunting ini kita tidak boleh menutup mata,” ucap Ristawati.

Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kebumen itu menyatakan, pemkab telah melakukan berbagai upaya, salah satunya lewat intervensi kebijakan agar Kebumen bisa terlepas dari persoalan stunting. “Akhirnya dipastikan ada rekomendasi penanganan kasus dan perbaikan tata laksana kasus,” paparnya. (fid/pra)

Lainnya