GMBI Desak Perangkat Desa Tak Rangkap Jabatan

GMBI Desak Perangkat Desa Tak Rangkap Jabatan
SUARAKAN ASPIRASI : Massa dari Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) menggelar aksi ujuk rasa di depan gedung Setda Kebumen. Mereka meminta ketegasan pemerintah terkait rangkap jabatan perangkat desa.

KEBUMEN, Radar Kebumen – Sekelompok massa yang menamakan diri Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) menggeruduk gedung Setda Kebumen, Kamis (16/3). Kedatangan mereka untuk meminta ketegasan pemerintah terkait perangkat desa yang merangkap jabatan sebagai badan adhoc Pemilu.

Mereka memadati depan pintu masuk gedung Setda sembari menyuarakan tuntutan. Berbagai ornamen aksi seperti bendera, spanduk dan satu mobil pembawa speaker mereka bawa dalam aksi tersebut. “Prinsipnya kami sudah kooperatif, menyampaikan maksud dan tujuan, kenapa ada rangkap jabatan. Kami ingin penyelenggaraan Pemilu berkualitas,” pekik orator Eri Listiawan dari atas mobil komando.

Pada pertemuan itu, mereka tampaknya kurang puas karena tidak ditemui langsung Bupati Kebumen. Aspirasi yang disampaikan dirasa tidak dihargai tanpa hadirnya bupati. Atas hal tersebut, mereka mengancam bakal mengerahkan lebih banyak massa. “Intinya disepelekan, tidak ada kepedulian. Maka akan kami turunkan teman-teman se Jawa Tengah sekitar 10 ribu massa,” kata Ketua GMBI Kebumen Puput Yuda Prasetya.

Puput meminta, pemerintah daerah segera mengambil sikap tegas soal rangkap jabatan perangkat desa. Pihaknya mencatat, ada enam perangkat desa merangkap sebagai pengawas kecamatan (Panwascam). Kemudian di pengawas tingkat desa (PKD) ada 26 perangkat desa. Sebelumnya, GMBI juga menemukan sejumlah P3K di lingkungan Pemkab Kebumen yang terlibat dalam badan adhoc Pemilu.

Menurut Puput, fenomena tersebut tidak bisa ditolerir. Sebab ketika perangkat desa dobel jabatan, besar kemungkinan akan mengganggu pelayanan kepada masyarakat. Terlebih, kata dia, rangkaian Pemilu mendatang bakal memakan waktu panjang. “Apa mungkin kerja paruh waktu. Apa bisa membagi waktu. Otomatis pelayanan tidak akan maksimal,” bebernya.

Hal ini juga dinilai bersebrangan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Puput meminta, pihak terkait untuk memilih salat satu jabatan. Langkah tersebut menurutnya cukup penting agar konsentrasi pekerjaan tidak terpecah. “Apakah di badan adhoc atau di perangkat atau P3K. Silahkan pilih yang mana,” tuturnya.

Ketua Bawaslu Kebumen Arif Supriyanto menyatakan, bahwa perangkat desa bisa menjadi badan adhoc pengawas Pemilu. Tidak ada larangan secara pasti tentang keterlibatan perangkat desa sebagai petugas pengawas.

Hal ini disampaikan ketika ratusan perangkat desa menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Bawaslu Kebumen. Aksi dipicu adanya kecewaan atas pernyataan salah satu komisioner Bawaslu Kebumen. Intinya, perangkat desa yang merangkap jabatan sebagai badan adhoc, sempat diminta legowo mengundurkan diri. Pernyataan itu lantas mengundang polemik para perangkat desa. “Tidak ada larangan bagi perangkat desa. Pada pokoknya, saya mohon maaf secara pribadi, apabila kami tanpa sengaja menyinggung teman-teman perangkat desa,” katanya. (fid/pra)

Lainnya