Sang Budayawan Otomotif

Sang Budayawan Otomotif
M Harjanto, 51, warga Kaliboto RT 03 RW 03, Kecamatan Bener, saat menaklukkan medan ekstrim (kanan), memanfaatkan waktu senggang menyanyikan lagu keroncong, kemarin.

Radar Purworejo Salah satu tokoh penting di balik berdirinya IOF 4×4 dan IOF 2×1 di Tanah Air ternyata orang Purworejo. Namanya M Harjanto warga Kaliboto RT 03 RW 03, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo. Selain malang melintang di dunia Offroad yang telah membesarkan namanya, pria yang juga dikenal dengan sebutan Ki Lurah Offroad ini ternyata juga seorang seniman dan budayawan.

Pria tinggi besar dan ramah ini juga sering dikenal dengan julukan The Jungle Man karena kepiawaiannya dalam menaklukkan medan-medan ekstrem. Ia juga jago dalam urusan merestorasi mobil-mobil antik. Maka tidak heran, jika halaman rumahnya penuh dengan koleksi mobil antik.

“Mungkin kalau ditimbang, kadar jiwa otomotif dan budaya saya itu 50 : 50, tetapi 50 persen kadar otomotif saya mungkin sama dengan orang yang main otomotif 100  persen,” kata pria kelahiran Magelang, 22 September 1969 itu, kemarin (16/11).

Hingga laik disebut sebagai budayawan otomotif. Sama seperti dia mengenali jeroan mobil offroad, dia juga hafal ratusan lagu dengan berbagai genre termasuk musik keroncong. Ia juga lihai memainkan berbagai alat musik, mulai gitar, gamelan, gendang dan alat musik tradisional lainnya.

Dalam dunia otomotif, Harjanto berangkat dari tahun 1990. Mulai dari mainan mobil antik, offroad dan apa saja yang berkaitan dengan otomotif. Ia juga memiliki koleksi mobil dengan berbagai merek (tidak hanya satu pabrikan). Alasannya tidak untuk gaya-gayaan, melainkan untuk mencari teman sebanyak-banyaknya.

“Saya punya hampir semua merek mobil khususnya untuk offroad, kalau saya ingin kumpul dengan pecinta Land Rover misalnya ya saya harus punya dong, kalau saya punya kan bisa lebih gampang untuk masuk,” jelasnya.

Nama Harjanto juga tidak asing bagi di kalangan pecinta mobil kuno yang tergabung dalam Persatuan Penggemar Mobil Kuno Indonesia (PPMKI). Hampir semua spek mobil offroad, mulai ekstrim, fun over land bahkan mobil yang biasa digunakan di medan berbatu ada. Mobil khusus untuk kegiatan sosial di lokasi bencana juga sendiri, semua sengaja disiapkan.

“Otomotif itu salah satu cara saya untuk membanung network dan memperbanyak saudara, maka dari itu memiliki semua jenis atau merek pabrikan menjadi keharusan bagi saya. Sekali lagi motivasinya tidak lebih sebagai sarana untuk menambah saudara,” katanya.

Disinggung soal budaya, dia mengaku prihatin kenapa budaya Indonesia yang banyak ribuan dan beraneka ragam ini mulai banyak ditinggalkan. Atas dasar itu, dia sebagai pecinta seni dari kecil memilih terjun langsung, memberi contoh nguri-nguri (melestarikan) budaya agar generasi kelak tidak kehilangan identitas.

Sebagai seorang yang anti mainstream, dia memiliki koleksi ratusan lesung kuno, perangkat karawitan atau gamelan lengkap, bahkan alat musik keroncong dihadirkan di tengah keluarga. Tidak berhenti sampai di situ. Dia juga mengenalkan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya, khususnya kepada anak-anaknya.

Menurutnya, sungguh naif ketika warga Indonesia hanya untuk mengenal budayanya sendiri harus pergi ke museum-museum. Pernah ada juga yang tanya, ngapain kurang kerjaan beli dan koleksi lesung ratusan. Orang mungkin belum berpikir, 10 tahun lagi sudah sangat sulit untuk menemukan lesung. Padahal lesung dalam budaya Jawa menjadi salah satu simbol kemakmuran.

“Filosofinya kan begitu, kalau saya punya 100 biji lecung, kan bisa saya pinjam-pinjamkan ke sekolah atau instansi untuk menggarap kesenian gejog lesung misalnya,  agar anak cucu kita tahu, jika dulu ada yang namanya lesung untuk menumbuk padi. Kadang-kadang anak sekarang tahunya ya makan nasi, tidak tahun prosesnya,” ujarnya.

Maka dari itu, dia menilai korelasi antara budaya dengan otomotif sangat erat dan berkaitan. Contoh kecil, dengan menggelar kegiatan offroad di pedalaman atau pelosok desa, itu juga berdampak terangkatnya budaya setempat, orang menjadi tahu bahwa ternyata ada budaya di satu daerah yang indah luar biasa.

“Jepang itu negara yang kuat budayanya, negara yang kuat itu negara yang selalu menjaga dan menjunjung tinggi budayanya, budaya Jawa dan Kalimantan beda, namun tetap saja mengajarkan nilai-nilai luhur dan kearifan, maka menjadi tugas kita untuk menjaganya,” ucapnya.

Urusan menularkan budaya, Harjanto termasuk orang yang lebih suka menjelaskan apa saja dengan contoh, termasuk budaya. Sebab, tanpa contoh menurutnya semua tidak ada artinya. Terbukti, semua keluarganya tidak hanya jago offroad, tetapi juga pintar bernyanyi dan main musik,. Virus itu yang ingin ditularkan, dengan opo opo iso (apa-apa bisa), nyanyi bisa, ngetril bisa, offroad bisa, paralayang kalau perlu juga harus bisa, maka hobi akan memperkaya ilmu.

“Dunia tidak ada orang pintar, tetapi dengan bersosialisasi membuat siapa saja menjadi kaya pengalaman,” jelas Harjanto yang mengidolakan tokoh Semar dalam dunia pewayangan ini.

Tokoh Hasyim Asy’ari dan Mbah Marijan yang dikenal sebagai pengabdi yang tulus dan patuh juga menjadi tokoh idolanya di alam nyata. Semua bermuara terhadap budaya budi pekerti luhur dalam kehidupan.

“Semar! ternyata menularkan kebaikan kepada orang lain itu tidak harus serius, tetapi juga bisa dengan guyonan, mungkin itu kenapa goro-goro selalu ditandai dengan munculnya punakawan Semar, sebab saat itulah sang dalang menanamkan nilai-nilai luhur dalam sebuah pagelaran wayang kulit,” ucapnya.

Kembali di dunia otomotif, Harjanto telah menjadi pembalap (Offroad) nasional dari muda. Pada desarian 2007 setelah mencapai puncak, dia memutuskan langsung turun, tidak menunggu redup. Bersamaan dengan itu, dia mulai suka dengan motor trail dan dia ikut mendirikan organisasi IOF 2×1 yang sekarang pesertanya ribuan bahkan ratusan ribu.

“IOF 2×1 menjadi salah satu andil karya saya untuk bermanfaat bagi masyarakat banyak. Saya juga masih aktif  sebagai Ketua Dewan Pengawas Offroad, Ketua Forum Pengurangan Bencana Purworejo, dan masih banyak lagi posisi strategis di organisasi. Semua dijalankan dengan komitmen urip itu iso migunani wong lio (hidup harus berguna bagi orang lain),” katanya.

Ditegaskan, dia juga ikut berpolitik, namun politik yang dimaksud jauh berbeda dengan politikus pada umumnya. Ia berpolitik tidak untuk berkuasa, namun tetap bisa memberikan sumbang sih bagi Purworejo, Jateng dan Indonesia, pengertian saya seperti itu,” tegasnya.

Ditambahkan, proses mencari jati diri itu banyak caranya, tetapi ada proses yang elegan dan ada yang elegan. Berusaha menaikan popularitas dengan menjelek-jelekkan orang lain itu tidak elegan. Semua berangkat dari budi pekerti, sepintar apapun tanpa budi pekerti, bisa dipastikan sulit untuk mencari kerja atau berbaur dengan masyarakat.

“Jadi saya tidak pernah memandang orang dari materi atau jambatannya, tetapi lebih kepada budi pekertinya. Saya tidak iri ketika ada orang lebih banyak rezeki atau hartanya dari saya, tetapi saya akan iri jika ada orang yang lebih kaya hati  dari saya,” tegasnya.

Musim politik orang sibuk mencari atau mempertahankan kekuasaan, Harjanto juga berpolitik, tetapi untuk mencari ganjaran, bisa berbuat baik kepada orang lain sudah cukup. “Saya berpesan jadilah generasi yang berguna bagi nusa dan negara, apapun itu di semua bidang, konteksnya seperti itu,” ucapnya. (tom/din)

Lainnya