
RADAR PURWOREJO – Tidak usah mempersoalkan busana Jawa yang tepat. Anak muda yang mengenakan jarik dalam keseharian makin jarang ditemukan. Keprihatinan tersebut membuat pelestarian busana sekaligus budaya Jawa menjadi perlu.
Salah satu organisasi wanita di Kabupaten Purworejo yakni Dharma Wanita Persatuan (DWP) mengajak masyarakat untuk melestarikan busana adat Jawa. Selain itu, juga menanamkan kepada generasi muda tentang pentingnya menanamkan budaya adat Jawa.
Melalui kegiatan pelatihan berbusana adat Jawa yang diadakan oleh DWP Purworejo, diharapkan dapat ikut andil dalam melestarikan budaya Jawa. “Budaya adat Jawa merupakan budaya nenek moyang yang memiliki banyak makna sehingga perlu dikenalkan khusus bagi generasi muda agar semakin mencintai budaya sendiri,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Dengan begitu, sebagai orang Jawa bisa mengerti tentang jenis dan waktu mengenakan busana adat jawa dengan baik dan benar. Sebab, mengenakan busana adat Jawa juga memiliki sejumlah tata caranya.
Salah satu perias di Kabupaten Purworejo Suwarti menyebutkan, busana adat jawa tediri tujuh jenis antara lain surjan, kebaya, batik, jawi jangkep, basahan, beskap, dan kanigaran. Dari masing-masing jenis tersebut pemakiannya disesuaikan dengan acaranya.
“Misalnya, untuk kebaya digunakan khusus kaum perempuan yang punya ciri khas biasanya warna hitam. Jawi Jangkep digunakan formal dan resmi saja dengan menggunakan atasan berwarna hitam, dan sebagainya,” jelas dia, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, kanigaran termasuk pakaian adat Jawa Tengah, tidak harus digunakan oleh pengantin dalam acara pernikahan. Pakaian kanigaran diperuntukkan untuk golongan bangsawan yang terbuat dari bludru yang biasanya berwarna hitam sekarang biasa dipakai pada saat pernikahan. “Jenis tersebut memiliki nilai dan makna yang sangat tinggi yang merujuk pada dandanan pengantin Kasultanan Jogjakarta,” sambung Suwarti.
Busana adat Jawa juga identik dengan kain jarik panjang yang dikenakan untuk menutupi tubuh hingga sepanjang kaki. Bagi masyarakat Jawa Tengah, jarik bermakna sebuah tingkatan dalam hidup. Pada zaman dahulu, jarik digunakan pria maupun wanita untuk kegiatan sehari-hari. Namun, seiring berkembangnya zaman jarik sudah mulai ditinggalkan.
Dilanjutkan, kelengkapan lainnya juga ada dodot, kemben, hingga stagen. Sedang, untuk kelengkapan pakaian adat pria seperti blangkon dan kuluk yang merupakan penutup kepala, dan sebagainya.
Busana ada Jawa memiliki banyak makna filosofi kehidupan yang sangat berarti. Dari ujung kaki hingga kepala memiliki maksud dan harapan yang sangat mengena. Hal semacam itu jika tidak dilestarikan seiring berjalannya waktu akan hilang, ironinya bisa sampai diakui oleh negara lain. Untuk itu, pelestarian budaya Jawa tetap harus dikenalkan sejak dini pada generasi muda. (han/pra)
